Usaha Dupa - Dupa adalah kebutuhan yang wajib untuk beberapa umat berugama khususnya mereka yang beragama Buddha dan Hindu yang mayoritasnya di Bali.
Bagi masing" agama, dupa adalah alat yang mereka gunakan untuk menjadi pelengkap dalam sembahyang.
Selain sebagai alat sembahyang, dupa juga menjadi alat sebagai tempat meditasi, relaksasi dan bahkan bisa menjadi sebuah souvenir.
Pasutri Menjadi Kaya Raya Berkat Usaha Dupa
Pasutri asal Desa Sambangan, Kecamtan Sukasada, Kabupaten Buleleng, yang bernama Made Indra Parmadika dan Nyoman Tiya Martini mendapat ide berjualan dupa dari hal tersebut.
Made yang saat ini berusia 29 tahun dan Nyoman 28 tahun menggunakan modal yang mereka simpan selama pacaran, dan mulai merintis usaha pembuatan dari dupa.
Dan sekarang, usaha mereka menghasilkan omset yang sangat besar. Setiap bulan mereka mampu meraup keuntungan hingga mencapai ratusan juta rupiah.
"Bisnis ini benar" kami mulai dari nol. Bukan hasil warisan dari orang tua. Modal yang kami pakai adalah tabungan saya dan suami saat kami pacaran dulu," kata Tiya, saat ditemui oleh pihak Tim Kompas.com.
Adapun usaha dupa mereka mempunyai merk Ajeg Bali, dan telah mereka rintis mulai dari tahun 2018.
Kini mereka sudah mempunyai hingga 13 jumlah karyawan.
Kepandaian Dalam Melihat Peluang Adalah Kuncinya
Berkat kepandaian dan kelihaian dalam melihat peluang, usaha yang mereka jalani sekarang mampu mencapai omset hingga 200 juta per bulannya.
Tiya juga mengatakan bahwa sebelum usaha dupa mereka bagun, dia dan sang suami rupanya juga pernah mempunyai usaha di bidang liquid rokok elektrik.
Penghasilan dari bisnis kecil mereka selama pacaran kemudian ditabung. Dan hasilnya sebagai modal untuk membuka bisnis yang lain.
Dan mereka melihat peluang yang ada dari usaha dupa. Karena hal tersebut adalah kebutuhan sehari-hari masyarakat Bali khususnya yang beragama Hindu.
Dan mereka kemudian beralih ke usaha jual dupa. "Bisnis liquid kami sebenarnya berjalan dengan lancar. Cuma kami ingin beralih ke bisnis usaha dupa.
Karena dupa adalah kebutuhan sehari-hari dari masyarakat sekitar," sambung Tiya. Saat awal mereka memulai bisnis dupa, mereka hanya mampu membeli 1 unit mesin bekas pembuat dupa.
0 Komentar